Bersisian
Temuilah aku di kereta itu sabtu malam. Kereta Gaya Baru Malam Selatan, kereta nomor 174. Aku berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 10.15, ku akan sampai di sana sekitar pukul 18.30. Naiklah kereta bersamaku, menuju rumah pamanku di Solo. Kita langsungkan akad disana. Tiketmu sudah kubelikan, tanyakanlah pada petugas bila kau kebingungan. ttd wisanggeni Itulah bunyi suratmu yang kau kirim dengan pos kilat pak pos. Secepat kilat berkelebat menembus aspal Jakarta, hutan beton bercerobong di Karawang, permadani padi di Haurgeulis, hingga punggungan bukit-bukit di Banyumas. Kuterima pagi ini, hari ini jum’at. Bermakna jelas, besok lah hari itu. *** Dialah masku, Wisanggeni dari Mlojo. Nama nan asing di telingaku. Aku bertemu dia di pelataran Stasiun Kemayoran. Tempat pertama aku jejakkan hikayat hidupku di tanah ibu dari kota-kota Nusantara. Kenapa aku bisa bertemu dia?. Oh, aku ingat kalau dia orang yang pura-pura tidur pula sambil memejamkan mata di KRL laknat itu, bersen